Wednesday, July 17, 2013

Pilihanmu Tidak Selamanya yang Terbaik

Kemarin saya membaca sebuah status dari fanspage negara tetangga, malaysia.. bagus banget statusnya, tapi saya sudah lupa sumbernya.. lalu malamnya saya ceritakan kepada teman saya dengan bahasa saya sendiri tentunya.. dan mungkin ada sedikit perubahan dengan sumber aslinya. karena saya sendiri pelupa.. yang lupa ya dikarang karang aja.. hehehe..

Ketika itu ada seorang anak yang baru saja lulus dari masa masa pesantrennya. Sebut saja namanya Ali. Kini ia menginjak usia 25 tahun. Lalu ia menghadap kepada ayahnya dan berkata, "Abi, saya mau nikah". Ayahnya sedikit kaget, karena ia tahu betul, anaknya tidak pernah membicarakan masalah pernikahan sebelumnya. Dan menurutnya usianya juga masih terlalu muda untuk merajut rumah tangga. "Karo sopo le koe arep nikah ?" (Sama siapa kamu mau nikah nak ?). jawab ayahnya sambil agak bertanya tanya. "Dengan Indri, anaknya pak Hasan itu bi" jawabnya singkat sambil tersenyum. Ayahnya mengercitkan keningnya sambil berfikir lalu pergi.

Indri yang merupakan anak pak Hasan itu terkenal sangat alim dan sangat santun. Tutur katanya seperti bidadari, wajahnya cantik, ditambah begitu menawan dan sangat anggun dengan pakaian muslimahnya. Ali sangat mencintainya. Ya, karena mungkin memang semua orang yang mengenalnya ingin menjadikannya istri.

Keesokan harinya ba'da Magrib, sang ayah kembali dari masjid dan dengan sengaja ia menunggu anaknya agar dapat pulang bersama anaknya. Mereka tidak terlalu banyak bercakap. Hanya sesekali saja mereka saling bercerita, beda ketika Ali dengan ibunya yang hampir tiap hari selalu saling curhat. Sepanjang jalan anaknya banyak bercerita tentang kejadian kejadian lucu semasa di pesantren.

Sesampainya dirumah, ayahnya mengutarakan apa yang ingin dikatakannya. "Le, bapak pengen koe nikah karo Putri wae, seng omahe nek prapatan Kalioso, seng seringe bantu bantu nek ngone tukang bakso langganane pae" (Nak, Bapak ingin kamu nikahnya sama Putri, yang rumahnya di perempatan Kalioso, yang sering bantu bantu di tempatnya tukang bakso langganan bapak itu). "Enggak pak, aku ga mau !!" jawabnya agak membentak. "Koe arek mbantah pae ?" (kamu mau membantah bapak ?). Tegas bapaknya. Ayahnya memang sangat tegas dan terkesan apapun yang dia mau harus dituruti oleh keluarganya. Dengan muka murung dan sangat kecewa, ia berucap, "Iya abi, saya mau jika itu kehendak abi". Lalu seketika ia masuk ke kamarnya.

Putri, dalam hati Ali tidak pernah terbayangkan bahwa ia yang dipilihkan oleh ayahnya untuk menjadi pendamping hidupnya. Yang sangat pendek kerudungnya, yang memakai baju ketat, yang biasanya memakai celana jeans. Benar-benar ia bingung dengan jalan pikiran ayahnya.

Beberapa minggu berlalu setelah masa khitbah. Lalu tibalah masa ketika Ali mengucapkan kalimat sakral itu. Sempat beberapa kali ia mengulangi kata-kata akadnya. Ia sulit sekali mengeluarkan kata - kata dari mulutnya. Ya, mungkin karena ia memang belum mencintai sepenuhnya dengan pilihan ayahnya. Tapi akhirnya mereka tetap melangsungkan akad nikahnya. Setelah ketiga kalinya Ali bisa berucap dengan sepenuhnya, "Saya terima nikahnya, Putri Khalifa binti Badrun dengan mas kawin seperangkat alat Sholat dibayar tunai". "Sah, sah". Sahut para saksi. Putri sungguh bahagia. :)

Malam harinya, setelah selesai akad, "Dik, maukan adik melakukan sesuatu untukku ?" kata Ali. "Apa mas ?" Putri menjawab segera sambil memandang wajah Ali yang sangat tampan, tutur katanya Ali sangat lembut yang mungkin bisa membuat wanita manapun terlena karenanya. "Maukah adik memakai jilbab yang lebih panjang lagi, maukan adik untuk tidak berpakaian ketat lagi ?" Kata - kata itulah yang ingin sekali dikeluarkan dari mulut Ali. Putri menjawab dengan tegas,"Aku ini istrimu, akan aku lakukan apapun yang menurutmu itu baik untuk kita, Aku dari dulu ingin belajar agama mas, tapi tidak ada yang mau mengajariku, membimbingku, mengingatkanku. Waktu untuk belajar agama disekolah sangat kurang mas. Bahkan dirumah aku juga tidak ada yang mengingatkan. Tapi kini mas datang dan membawaku kembali ke cita - citaku itu, aku harap mas mau bersabar mengajariku". Ali tersenyum lalu memeluk istrinya. :)

Beberapa bulan berlalu setelah kejadian malam itu, kini putri telah berubah, ia bahkan lebih cantik dan tampak sangat anggun dengan balutan busana muslimah dan jilbab panjangnya. Kini tutur katanya sangat lembut.

"Assalamu'alaikum abi umi", ucap Ali dari luar luar rumah. Mereka bertamu ke rumah orangtuanya. Kerumah Ali yang dulu. Dua minggu setelah menikah Ali dan Putri langsung pindah keluar kota karena tuntutan pekerjaan Ali. "Wa'alaikumsalam" suara ibunya sambil memeluk Ali, lalu memeluk menantunya Putri. "Masuk, masuk, kalian pasti capek abis perjalanan jauh" kata ibunya sambil menarik mereka masuk ke ruang tengah. "Abi mana umi ?", tanya Ali. "Abimu lagi dikebun, lagi nyari ubi, katanya lagi pengen makan ubi rebus", jawab ibunya sambil berlalu menyiapkannya minuman.

Malam harinya Ali dan ayahnya berangkat kemasjid bersama, Ali tersenyum sepanjang jalan ke masjid. Ia teringat masa lalunya ketika membantah ayahnya yang hendak menikahkannya dengan Putri. "Piye le, ayah bener to ?" (gimana, ayah benar kan nak ?) suara ayahnya mengagetkan lamunan Ali. "iya bi, apa bi ? maaf Ali tadi lagi ga konsen". Sambil tersenyum ia lalu berucap, "Ayah benar, aku memang seharusnya menikah dengan Putri". Ayahnya menjawab "koe ora kudu terus metik mawar seng ono durine, isoh nanem trus dipageri nganggo wesi, ngerti po ora maksudku ?" (kamu tidak harus memetik mawar berduri, kamu bisa menanamnya lalu memagarinya dengan besi, kamu ngerti ga maksudku ?). Mereka tertawa bersama karena pernyataan itu.

#mungkin bersambung....

Bagus kan ceritanya..   :D
Suka sekali dengan cerita ini sampai bisa menceritakannya dengan versi saya sendiri...

No comments:

Post a Comment